Thursday, January 14, 2010

JK Janji Buka-bukaan

Sumber : Sumut Pos  11:37 | Thursday, 14 January 2010
Menkeu Pojokkan BI

JAKARTA-Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengaku siap menghadapi Panitia Angket Bank Century. Ia mengaku tak melakukan persiapan khusus. “Ndak ada (persiapan khusus), kan buktinya di BPK,” katanya seusai menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Rabu (13/1).

Panitia Angket memanggil JK untuk dimintai keterangan terkait kebijakan pemerintah menggelontorkan dana talangan Rp6,7 triliun ke Bank Century, hari ini (14/1). Penggelontoran dana ini bermasalah karena diduga menubruk sejumlah ketentuan.

Jusuf Kalla mengaku mengikuti perkembangan kasus Bank Century di Panitia Angket melalui media massa. Ia siap memaparkan apa yang ia ketahui kepada Panitia Angket. ”Nanti saya ceritakan banyak,” katanya.

Ketika ditemui Presiden Yudhoyono, Jusuf Kalla mengaku banyak membahas persoalan bank dengan presiden. Namun ketika ditanya apakah yang dimaksud bank itu adalah Bank Century, Jusuf Kalla sambil tersenyum menjawab, “Bank darah.”

Kehadiran Jusuf Kalla ke Istana Negara memang untuk melaporkan kepengurusan Palang Merah Indonesia (PMI), organisasi yang ia pimpin sekarang, kepada Presiden SBY.

Sementara itu, rangkaian pemeriksaan Pansus Hak Angket Bank Century terus menggiring bola panas ke arah Bank Indonesia (BI). Bahkan, dalam rapat pansus kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang hadir sebagai saksi, membuat pernyataan yang ikut memojokkan posisi BI.

Pernyataan itu terkait dengan hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang menyebut secara jelas bahwa BI memberi informasi yang tidak lengkap kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Akibatnya, kebutuhan bailout pun membengkak dari Rp632 miliar menjadi Rp6,7 triliun. “Data BI tidak lengkap,” ujarnya dalam rapat pansus kemarin (13/1).

Pernyataan Sri Mulyani tersebut merupakan respons atas pertanyaan Maruarar Sirait. Anggota pansus dari F-PDIP itu pun mengejar dengan pertanyaan apakah Sri Mulyani puas dengan data yang diberikan BI. Pertanyaan ini kembali dijawab dengan pernyataan yang cukup memojokkan BI. “Informasi BI soal Bank Century tidak memuaskan. Kurang detil,” jawabnya.

“Dalam rapat KSSK pada 20-21 November 2008, BI memberikan data rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) Bank Century pada posisi 31 Oktober 2008 adalah minus 3,53 persen. Dengan CAR tersebut, maka kebutuhan bailout untuk menyehatkan Bank Century adalah Rp632 miliar.

“Data itulah yang malam itu digunakan sebagai salah satu acuan untuk menyelamatkan Bank Century. Namun, pada rapat KSSK tanggal 23 November 2008, BI memberikan revisi data bahwa CAR Bank Century posisi 20 November 2008 adalah minus 35,9 persen. Akibatnya, kebutuhan dana pun bertambah Rp2,77 triliun. Data itu terus berubah hingga akhirnya membutuhkan dana total Rp6,7 triliun.

Karena data yang tidak update itulah, BPK menyimpulkan bahwa BI tidak memberikan informasi yang sesungguhnya, lengkap dan mutakhir saat rapat KSSK. Karena itu, Sri Mulyani pun menolak saat didesak apakah dia ikut bertanggung jawab secara renteng dalam bailout Rp6,7 triliun tersebut. “Tidak. Saya bertanggung jawab sesuai undang-undang untuk menetapkan upaya pencegahan krisis, itu berdasar data Rp632 miliar,” katanya.

Meski demikian, Sri Mulyani tidak menilai data BI yang tidak lengkap tersebut sebagai sebuah kesengajaan. Menurut dia, perubahan data CAR yang diakibatkan oleh penilaian atas surat-surat berharga (SSB) yang kemudian dimacetkan, merupakan data paling mutakhir yang dimiliki BI saat itu. “Jadi, data yang diberikan pada 20 November 2008 (saat rapat KSSK) adalah data yang benar saat itu. Dan data yang diberikan BI pada 24 November 2008 (rapat lanjutan KSSK) adalah data yang benar saat itu,” paparnya.

Namun, saat anggota pansus membacakan petikan transkrip rekaman rapat KSSK pada 24 November, kembali tampak jelas jika posisi Menkeu saat itu menuding BI tidak profesional dalam melakukan assesment atau penilaian terhadap aset-aset Bank Century, yang akhirnya membuat bailout membengkak.

Anggota pansus dari F-PKS Andi Rahmat menyebut, dalam transkrip rapat KSSK pada 24 November 2008, Menkeu sering mengatakan ucapan yang menunjukkan kekesalannya terhadap profesionalisme BI. Dalam transkrip rapat tersebut, Anggito Abimanyu (Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu) menanyakan kenapa pada rapat KSSK 20 – 21 November 2008, BI tidak langsung memacetkan SSB Bank Century sehingga CAR yang disampaikan baru minus 3,5 persen.

Namun, pada rapat 24 November (hari Senin), BI memacetkan SSB tersebut sehingga CAR menjadi minus 35,9 persen. Atas pertanyaan tersebut, salah seorang pejabat BI menjawab, karena posisi SSB saat itu belum jatuh tempo. Atas jawaban tersebut, Sri Mulyani menimpali dengan pernyataan yang menyiratkan kekesalan.
“Iya, Jumat (21 November 2008) sampai Senin kan belum jatuh tempo juga. Artinya, yang ditanyai Pak Anggito, waktu Jumat pagi BI tidak menganggap itu macet sekaligus? Kan dalam dua hari diputuskan itu macet begitu. Padahal sama-sama belum jatuh tempo, jatuh temponya kan sama-sama 2009. Tapi hari Jumat itu masih kena Jumat Kliwon, Senin sekarang jadi macet begitu. Keputusan hari Jumat kan (kebutuhan penyelamatan Bank Century) 632 (miliar), jadi Pak Rudjito (Komisaris Utama LPS) masih confidence untuk mengambil alih (Bank Century). Begitu hari Minggu (kebutuhan bailout) jadi 2,6 (triliun), mati berdiri deh.”

Atas petikan transkrip yang dibaca Andi Rahmat tersebut, Sri Mulyani tampak tersenyum, terutama saat penekanan pada ’Jumat Kliwon’. Karena itu, saat dikejar dengan pertanyaan apakah Menkeu merasa jengkel dengan BI karena dinilai tidak profesional dalam membuat assesment, Sri Mulyani memberi jawaban enteng. “Ekspresi saya kira-kirta tidak berbeda dengan Anda saat menghadapi BI (di Pansus),” katanya. “Jadi, kesal juga ya Bu?” tanya Andi. Sri Mulyani tidak menjawab, hanya mengangguk.

Dalam rapat pansus kemarin, para anggota pansus seperti tak lelah untuk terus ?mengejar pertanggungjawaban Menkeu atas bailout senilai Rp 6,7 triliun. Karena terus menerus didesak, maka Sri Mulyani pun akhirnya memberikan pernyataan yang kembali menempatkan BI sebagai pihak yang harus bertanggungjawab atas berbagai pelanggaran yang ada di Bank Century. “Kalau apa yang terjadi di BI dan Bank Century, itu tanggung jawab ada di BI. Kalau soal PMS (penyertaan modal sementara atau bailout), tanggung jawab ada di LPS. Sedangkan saya bertanggung jawab pada pencegahan krisis,” tegasnya.

Atas jawaban tersebut, beberapa anggota pansus mengatakan, sepertinya Menkeu membatasi tanggung jawab dan mengarahkan tanggung jawab kepada pihak-pihak lain. “Saya tidak ngeles (menghindar, Red),” ujar Sri Mulyani saat terus didesak. Menurut dia, karena tanggung jawab Menteri Keuangan sebagai Ketua KSSK ?adalah menjaga perekonomian agar tidak jatuh ke dalam krisis, maka tugas tersebut berhasil dijalankannya dengan baik, termasuk keputusan bailout yang diambil saat itu.

“Buktinya, ancaman krisis yang mengerikan sebagaimana diproyeksi para ekonom tidak terjadi. IHSG (indeks harga saham gabungan) naik tajam, rupiah menguat, Cadangan devisa kita kini tertinggi dalam sejarah, dan perekonomian kita tumbuh menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Artinya, keputusan itu dikalkulasi secara hati-hati dan dieksekusi secara benar,” paparnya. Jawaban itu berbuah applaus panjang dari rombongan pejabat dan pegawai Departemen Keuangan yang kemarin tampak memenuhi balkon atas ruang rapat pansus.

Suporter di Dalam, Demonstran di Luar
 
Kehadiran Sri Mulyani di pansus hak angket Bank Century mendapat beragam reaksi. Mulai dari demonstrasi di luar gedung DPR, hingga dukungan dari suporter yang ada di dalam ruang rapat pansus.
Sejak datang ke gedung DPR sekitar pukul 10.30 WIB, Sri Mulyani yang mengenakan terusan hitam dibalut blazer motif bunga-bunga merah, terus menebar senyum. Suporter pun langsung menyambut. Sebuah buket bunga putih diberikan oleh kalangan profesional, di antaranya mantan komisaris BEI Lily Widjaya. Saat hendak berangkat ke DPR dari kantor Depkeu, pegawai Depkeu juga melepas Sri Mulyani dengan acara doa bersama.

Dukungan pejabat Depkeu pun tak tanggung-tanggung. Hampir semua pejabat eselon I hadir, plus belasan pegawai Depkeu, yang memenuhi balkon atas ruang pansus. Banyaknya pejabat Depkeu yang hadir itu mendapat kritikan dari Wakil Ketua Pansus Gayus Lumbuun. “Ini saya lihat hampir semua pejabat Depkeu datang di sini. Lalu, bagaimana kondisi Depkeu saat ini. Komisi XI harus meminta klarifikasi soal ini,” ujarnya.

Dalam rapat kemarin, tampak hadir Anggito Abimanyu (Kepala Badan Kebijakan Fiskal), Hekianus Manao (Itjen Depkeu), Rahmat Waluyanto (Dirjen Pengelolaan Utang), Hadiyanto (Dirjen Kekayaan Negara), Mardiasmo (Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah), Thomas Sugijata (Dirjen Bea Cukai), Mulia P. Nasution (Sekjen Depkeu), Fuad Rahmany (Kepala Bapepam-LK), Anwar Suprijadi (mantan Dirjen Bea Cukai), termasuk Tony Sumartono, suami Sri Mulyani.

Applaus berupa tepuk tangan tampak beberapa dilontarkan para suporter saat Sri Mulyani berhasil menjawab pertanyaan tajam dari anggota pansus. Selain itu, beberapa pegawai Depkeu juga membagi-bagikan buku putih Depkeu berjudul “Upaya Pemerintah Dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis?.

Namun, beberapa pejabat tampak meninggalkan ruang rapat saat selesai sesi pertama sekitar pukul 14.00 WIB, di antaranya Anggito Abimanyu dan Tony Sumartono. Di sore hari, tampak hadir pula Dirjen Pajak Mochammad Tjiptardjo.
Saat ditanya tentang maksud kehadiran ke rapat pansus dan apa meninggalkan pekerjaan padahal pada jam kerja, Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto menjawab dengan setengah bercanda. “Kita datang ke sini ini juga kerja lho,” ujarnya.

Pemandangan kontras justru terlihat di luar ruang rapat. Sejumlah mahasiswa yang menggelar demonstrasi setelah sukses ’menyusup’ mendapat perlakuan represif dari Pamdal (Pengamanan Dalam) DPR. Aksi itu dilakukan sekitar sepuluh aktivis Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Revolusi Indonesia (Gemapari).


Momentum yang diambil sangat tepat, yakni ketika rapat diskores sekitar pukul 13.00 dan Sri Mulyani hendak keluar dari ruang rapat. Para mahasiswa langsung berteriak  “Tangkap maling century, biarkan rakyat yang mengadili”.
Pamdal yang panik langsung menangkap paksa dua aktivis Gemaparo, yakni Gani Saputra (Universitas Bung Karno) dan Yonky Saputra (STMIK Jayakarta). Keduanya langsung dibawa ke ruang Pamdal. Setelah didata, keduanya langsung dibebaskan.

Peristiwa serupa kembali berulang pada pukul 15.45. Sebelas mahasiswa dari Front Aksi Universitas Indinesia menggelar demonstrasi di depan ruang rapat pansus. “Tangkap Budiono, tangkap Sri Mulyani, gulingkan rezim SBY-Boediono,” teriak para demonstran.
Kembali para aktivis itu diperlakukan secara kasar oleh Pamdal. Mereka didorong dan digiring untuk keluar dari area DPR melalui gerbang depan. (owi/pri/bay/iro/jpnn)

Harian Sumut Pos

Poskota