Friday, October 30, 2009

Harian Sumut Pos 31 Oktober 2009

Polri Kejar Rekaman KPK

12:17 | Saturday, 31 October 2009
Sumber:Sumut Pos

SBY: Jangan Ada Dusta di Antara Kita

JAKARTA-Polisi kini fokus untuk menyita rekaman sadapan milik KPK. Hal itu untuk proses penyelidikan dan penyidikan segala hal mengenai rekaman, baik mengenai substansi, maupun proses penyadapan.

”Ini bukan delik aduan. Karena sudah masuk ranah proses lidik dan sidik, transkip (rekaman) akan kita minta untuk disita melalui izin penyitaan pengadilan. Di mana pun transkip itu akan segera kita sita,” tegas Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD) saat jumpa pers di Mabes Polri Jakarta, Jumat (30/10).

Bambang kembali membantah Mabes Polri melakukan rekayasa dan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK. “Ayo kita buktikan! Ada nggak rekayasa dan kriminalisasi. Ini yang perlu saya sampaikan,” tandasnya.

Bukti rekaman itu diduga berisi rencana kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK (nonaktif), Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, harus diperdengarkan kepada publik dalam sidang lanjutan uji materil Undang-Undangn
Pasal 30 Tahun 2002 tentang KPK, Selasa (3/11) mendatang.

Kapolri menjelaskan, penyitaan itu dilakukan karena ada pihak-pihak yang dirugikan akibat transkrip rekaman tersebut. Ia sudah memerintahkan Bareskrim Mabes Polri untuk memproses rekaman itu secara transparan dengan melibatkan saksi ahli. Jika nanti ditemukan pelanggaran dalam penyadapan, maka akan diproses.

“Jika ada pihak yang menyalahgunakan wewenang dan jabatan untuk menyadap serta tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam Pasal 40 UU Nomor 36 mengenai penyadapan, maka tentu kita akan sidik tuntas. Kita tidak panik, kita tidak takut,” ungkapnya.
Menurut Kapolri, proses lidik dan sidik tidak hanya mengenai proses penyadapan, tetapi juga substansi rekaman. “Tidak hanya proses sadap, tapi apa yang di dalamnya,” ucapnya.

Bambang mengatakan, pihaknya tidak akan terburu-buru menyita barang bukti rekaman dugaan rekayasa kasus pimpinan KPK. “Saya rasa tidak, ini kan proses. Nanti setelah sidang MK,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, kejelasan soal rekaman pembicaraan yang dinilai sebagai upaya kriminalisasi KPK akan diperdengarkan dalam persidangan, Selasa (2/11) pekan depan. Pemutaran rekaman ini sangat penting diperdengarkan untuk menemukan kejelasan soal adanya upaya kriminalisasi KPK. Apalagi dalam pembicaran tersebut ada mencatut nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Kita sudah perintahkan kepada KPK untuk dibawa pada hari Selasa. Pak
Tumpak sudah mengizinkan rekaman itu untuk dibawa, biar nanti bisa
diperdengarkan secara terbuka,” ucap Mahfud di Medan, kemarin.

Pengamat Hukum Tata Negara, Saldi Isra juga mendesak agar, bukti rekaman yang dimiliki KPK diperdengarkan kepada publik. “Dalam sejarah MK tidak ada sidang tertutup, jadi masyarakat dapat ikut mengetahuinya,” ujar Saldi Isra, di Jakarta, kemarin.
Ia menuturkan, dengan dibukanya bukti rekaman tersebut, masyarakat dapat melihat secara utuh potret hukum yang ada. Selama ini masyarakat hanya mendapatkan potongan informasi sehingga muncul aneka opini yang menyudutkan sejumlah pihak.
Menurutnya, jika dalam penyelidikan unsur Kepolisian dan Kejaksaan Agung benar-benar terlibat dalam rencana kriminalisasi tersebut, Kapolri dan Jaksa Agung selaku pucuk pimpinan harus bersedia mundur dari jabatannya.
Sementara itu, Koordinator Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch Febri Diansyah mengatakan, KPK tidak perlu merasa khawatir akan dikriminalisasi jika memberikan rekaman tersebut. “Kalau KPK memberikan bukti rekaman tanpa perintah, ada kemungkinan akan dikriminalisasi, tapi ini kan ada perintah dari MK,” kata Febri.

Koordinator Pusat Kajian Anti Korupsi (PuKat) Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, mengkhawatirkan penahanan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merupakan upaya untuk menutup pemberitaan rekaman dugaan rekayasa penetapan tersangka pimpinan KPK tersebut. “Kita khawatir ada apanya dengan penahanan pimpinan KPK, karena tiba-tiba lahir penahanan,” katanya.
Kemarin malam (30/11), dua bos KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah dipindahkan penahanannya ke Markas Komando (Mako) Brimob Kelapa Dua, Depok. Keduanya dibawa dengan menggunakan mobil tahanan jenis KIA Travello warna silver bersama 4 mobil jenis kijang.

Bisa Jadi Lautan Penyadapan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya angkat bicara tentang dugaan rekayasa kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain membantah terlibat dalam kasus tersebut, Presiden SBY juga memerintahkan Polri mengusut rekaman hasil penyadapan KPK serta transkrip rekaman yang beredar di media massa.

“Jangan ada dusta di antara kita,” ujar SBY dalam keterangan pers di Istana Negara, kemarin (30/10). Ketika memberikan keterangan pers, Presiden SBY didampingi Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Soepandji.

“Saya perintahkan Kapolri melihat rekaman, siapa yang bercakap-cakap, apakah mengarah pada kasus Chandra dan Bibit,” katanya.
Presiden meminta Kapolri menyelidiki pelaku penyadapan dan melihat apakah penyadapan tersebut sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang. Ini dilakukan karena namanya dikaitkan dalam transkrip rekaman penyadapan tersebut. “Kalau menyadap semaunya, ini bisa jadi lautan penyadapan,” kata SBY. Dalam keterangannya, Presiden SBY membantah ada upaya sistematis untuk melemahkan KPK melalui kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK nonaktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah. Presiden tegas menolak penggunaan kata ‘Kriminalisasi KPK’ dalam penahanan Bibit dan Chandra. Dia meminta masyarakat membedakan antara kriminalisasi KPK dan perkara penyuapan dan pemerasan yang dituduhkan pada Bibit dan Chandra.

“Hati-hati menggunakan kata kriminalisasi. Kriminalisasi KPK, kriminalisasi MK (Mahkamah Konstitusi),kriminalisasi lembaga kepresidenan, saya tidak paham. Bedakan seseorang yang sedang menjalani proses hukum dengan lembaganya,” tegas SBY.

Kepala negara menegaskan, penahanan Bibit dan Chandra adalah perkara kriminal biasa, bukan upaya tertentu untuk melemahkan lembaga penegak hukum tertentu. “Kita bicara tentang penahanan seseorang karena sedang mendapatkan proses penyidikan atau projustisia,” kata dia. “Selama lima tahun, ada ribuan kasus penyelidikan, penyidikan, penuntutan, atau pemutusan perkara di pengadilan. Jadi, (penahanan Bibit dan Chandra) bukan sesuatu yang luar biasa,” imbuhnya.

SBY menganggap perkara kriminal tersebut menjadi perhatian media kedua Bibit dan Chandra adalah unsur pimpinan KPK, yang dipercaya tidak mungkin pimpinan KPK melakukan kesalahan, “apalagi pelanggaran hukum yang berkaitan dengan korupsi.”
Karena yakin Polri sekadar melakukan projustisia terhadap pelaku yang disangka melakukan tindak kriminal, Presiden menegaskan dirinya tidak bisa melarang penegak hukum melakukan penahanan terhadap Bibit dan Chandra.

“Sebagai kepala negara, saya tidak bisa melarang. Kalau saya melarang Kapolri jangan menahan, Jaksa Agung jangan menahan, itu tidak benar, melanggar sumpah. Bukan karena saya ragu-ragu, tapi karena saya harus menjaga aturan main sesuai undang-undang dan aturan yang berlaku,” kata dia.

Presiden juga membantah penahanan Bibit dan Chandra terkait dengan benturan antara KPK dan Polri. Dia menilai, banyak pejabat negara yang kini dalam proses projustisia seperti Bibit dan Chandra. “Penahanan adalah hak polisi dan jaksa. Hak mereka dilindungi undang-undang, asal alasan penahanan jelas,” paparnya.

“Kalau ada anggota (Partai) Demokrat atau keluarga dekat saya ditahan, saya tidak bisa apa-apa. Saya tidak bisa memaksa supaya penahanan dihentikan,” tuturnya. (rud/noe/jpnn)

————-
Jurus Polri Redam Polemik KPK

1. Polri akan melakukan penyitaan rekaman yang dimiliki KPK. Penyitaan akan dilakukan setelah sidang MK Selasa nanti.
2. Polri akan melakukan penyidikan terhadap rekaman yang beredar.
3. Bibit dan Chandra dipindahkan ke rutan Brimob Kelapa Dua Depok.
4. Polri akan menggunakan pasal 31 jo 47 UU 11 tahun 2008 dengan ancaman hukuman 10 tahun untuk tuduhan penyadapan tanpa hak.
5. Polri berjanji melakukan penyelidikan internal pada penyidik kasus. Jika ditemukan pelanggaran, Kapolri berjanji akan memberi hukuman tegas dan keras jika ada yang berani macam-macam.

Harian Sumut Pos

Poskota